Kamis, 03 Januari 2019

Peran Perpustakaan dan Generasi Millennial Sebagai Penggerak Literasi di Indonesia

Perkembangan zaman yang kian modern tentu menuntut manusianya untuk dapat selalu berpikiran terbuka dan cerdas dalam membaca situasi dan mengikuti perkembangan yang sedang terjadi. Berpikir cerdas tentu tak jauh dari yang namanya ilmu pengetahuan. Ilmu dapat kita peroleh dari banyak hal, salah satunya ialah buku. Slogan mengatakan bahwa buku merupakan jendela dunia, karena semakin banyak membaca maka paradigma berpikir kita akan semakin terbuka dan kritis dalam menanggapi segala fenomena yang terjadi. Buku mempunyai peran yang sangat berpengaruh dalam kehidupan seseorang karena buku adalah sumber informasi yang dapat membentangkan wawasan kita di berbagai bidang ilmu pengetahuan dalam segala aspek kehidupan. Ketika diusia batita kita sudah mulai diajarkan membaca dan menulis, selama mengenyam pendidikan dibangku sekolah hingga kuliah kita tentu selalu terasah dengan banyak membaca dan menulis. Gemar membaca ternyata mempunyai banyak manfaat, diantaranya ialah Dapat menstimulasi mental, Menambah kosakata, Melatih kemampuan berpikir dalam menganalisa, Meningkatkan fokus dan konsentrasi, Memperluas pemikiran seseorang dan Melatih untuk dapat menulis dengan baik (dispusipda.jabarprov.go.id). Meskipun banyak sekali manfaat dari membaca, nyatanya masih banyak orang yang punya alasan untuk tidak membaca buku. Alasan-alasan seperti; Buku kan mahal, Ribet harus mencari kesana kesini ujung-ujungnya tidak ketemu, Membosankan dan bikin ngantuk, Tak punya space banyak untuk menyimpan. Salah satu solusi yang baik ialah kita bisa datang ke perpustakaan terdekat dan supaya kita tidak usah ribet bolak- balik mencari, website perpustakaan sudah tersedia dan mereka akan memberitahukan tersedia atau tidaknya buku yang kita inginkan tersebut. Kemalasan akan selalu mempengaruhi mindset kita untuk selalu berpikir mencari banyak alasan bukan berpikir banyak untuk mencari solusi.
Perpustakaan merupakan tempat orang mencari informasi, tempat bertukar pikiran dan tempat orang meluangkan waktunya untuk menambah wawasan. Tentu saja, disamping karena perpustakaan banyak sekali menyimpan koleksi buku, juga tidak perlu banyak merogoh kantong untuk mengeluarkan rupiah demi membaca beberapa buku. Tempat yang sunyi dan nyaman juga membuat perpustakaan menjadi tempat yang baik untuk mengerjakan tugas maupun berdiskusi secara efektif. Membaca merupakan hak setiap manusia karena tidak ada batasan umur tertentu untuk seseorang menggali pengetahuan. Namun kenyataannya di kota-kota besar dengan teknologi, sarana dan prasarana cukup baik pun, ternyata belum bisa meningkatkan antusiasme masyarakatnya untuk berkunjung ke perpustakaan. Jika kita ambil contoh di kota besar seperti Kota Bandung, pada tahun 2013 jumlah pengunjung yang datang ke Badan Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Provinsi Jawa Barat rasio orang yang datang ke perustakaan tersebut masih berada dikisaran satu berbanding puluhan ribu. Menurut data UNESCO yang dilansir pada tahun 2010 bahwa indeks literasi di Indonesia hanya 0,001% yang berarti bahwa dari 1000 orang hanya 1 yang membaca buku (www.pikiran-rakyat.com). Melihat minimnya minat masyarakat untuk datang ke perpustakaan memberikan pengamatan jelas kepada kita bahwa banyak faktor yang mempengaruhi hal tersebut terlebih di zaman yang serba instan seperti saat ini, orang lebih menyukai kemudahan dan tidak mau dibuat ribet dan menghabiskan tenaga untuk mendapat informasi. Tahun 2014, Indonesia menduduki peringkat keenam terbesar dunia sebagai pengguna internet dibawah Tiongkok, Amerika Serikat, India, Brazil dan Jepang (kominfo.go.id). Generasi millennial memberikan gambaran bahwa perpustakaan adalah tempat yang dikunjungi jika memang benar-benar dibutuhkan seperti ketika ada tugas akhir atau skripsi yang membutuhkan banyak referensi berupa buku. Jika hanya untuk sekedar mengerjakan tugas atau diskusi kelompok mereka cenderung hanya memperhatikan mengenai kenyamanan tempat, keindahan desain yang membuat mata betah, sarana memadai dan koneksi internet yang baik. Banyak generasi millennials yang mengeluhkan perpustakaan umum karena Koleksi tak lengkap, Suasana monoton, Koneksi internet labil dan Tidak bisa bebas.
Mirisnya istilah perpustakaan adalah gudangnya pengetahuan sudah tergantikan dengan smartphone dan segala kemudahannya mengakses informasi dunia memang sudah menjadi realita yang kita jumpai saat ini. Minimnya minat generasi muda untuk rutin membaca ke perpustakaan seharusnya tidak jadi hambatan bagi mereka untuk membatasi diri dengan hanya membuka media sosial atau jadi malas berkarya karena hanya menghabiskan waktu menatap layar gawainya. Perpustakaan memang tidak selalu menyediakan buku yang kita butuhkan dan update dalam hal koleksi buku-bukunya, selain itu internet juga tak banyak menyediaan e-book gratis dan tidak ada bukti secara fisik untuk dipertanggung jawabkan ketika kita mencari sumber untuk mengerjakan karya tulis. Kelebihan dan kekurangan itulah yang seharusnya kita jadikan motivasi untuk selalu bersemangat dalam mencari informasi dan berkarya. Berkaca dari masa lalu, banyak tokoh-tokoh penting dunia yang memulai keberhasilannya karena sering membaca dan membaca sudah menjadi makanan sehari-hari. Dalam kondisi terbatas sekalipun buah pikiran mereka dapat dilahirkan menjadi tulisan yang menginspirasi banyak orang seperti contohnya Moh. Hatta dalam keterasingannya di Boven Digul telah melahirkan buku “Mendayung Antara Dua Karang”. Buku ini menjadi dasar untuk politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif (wahyuku.com). Sebaik-baik ilmu adalah yang diamalkan dan bermanfaat untuk orang lain, bermanfaatnya ilmu dapat kita lakukan salah satunya dengan cara menumpahkan isi kepala kedalam sebuah tulisan.
Menulis nyatanya masih menjadi suatu hal yang dianggap kurang menarik bagi generasi millennial karena beberapa alasan seperti Malas untuk memulai, Berpikiran bahwa buku sudah jarang digemari jadi takut tidak laku, Tidak percaya diri, juga masih banyak yang beralasan tidak memiliki wawasan luas. Cara untuk mengatasi segala permasalahan tersebut adalah dengan kita mempunyai niat yang kuat karena tanpa niat semua tidak akan pernah dimulai. Wawasan dapat diperoleh dengan kita banyak membaca baik itu dari buku, internet maupun pengalaman hidup kita atau orang disekitar kita. Di era digital menulis tak harus selalu diterbitkan menjadi buku, segala kemudahan sudah tersedia dengan bermodal gawai dan koneksi internet. Lalu biasakan untuk membaca supaya kita bisa belajar merangkai kata dan banyak belajar kosakata baru. Tidak harus berbakat melakukan sesuatu karena jika kita punya minat maka tak mustahil untuk bisa melakukannya. Sebagai generasi muda yang melek akan teknologi seharusnya kita lebih dapat memanfaatkan situsi saat ini untuk menggunakan segala potensi yang kita miliki terutama untuk meningkatkan budaya membaca dan menulis supaya bangsa kita dipandang sebagai bangsa yang pandai dan berbudi pekerti luhur. Kenyataannya meskipun bertahun-tahun kita sudah terlatih untuk membaca dan menulis selama mengenyam bangku pendidikan namun hal tersebut masih dirasa kurang untuk memotivasi generasi muda saat ini untuk menggiatkan literasi. Membaca dan menulis dimulai dari budaya, dan budaya lahir dari kebiasaan yang akan muncul jika kita paksakan sedini mungkin. Bisa karena terpaksa hingga akhirnya terbiasa, jika untuk kebaikan dan mengangkat derajat bangsa kita tercinta, why not?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

POTRET GENERASI MILENIAL INDONESIA

                                    " Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia..."                                ...