Perkembangan
zaman yang kian modern tentu menuntut manusianya untuk dapat selalu berpikiran
terbuka dan cerdas dalam membaca situasi dan mengikuti perkembangan yang sedang
terjadi. Berpikir cerdas tentu tak jauh dari yang namanya ilmu pengetahuan.
Ilmu dapat kita peroleh dari banyak hal, salah satunya ialah buku. Slogan mengatakan
bahwa buku merupakan jendela dunia, karena semakin banyak membaca maka paradigma
berpikir kita akan semakin terbuka dan kritis dalam menanggapi segala fenomena yang
terjadi. Buku mempunyai peran yang sangat berpengaruh dalam kehidupan seseorang
karena buku adalah sumber informasi yang dapat membentangkan wawasan kita di
berbagai bidang ilmu pengetahuan dalam segala aspek kehidupan. Ketika diusia
batita kita sudah mulai diajarkan membaca dan menulis, selama mengenyam
pendidikan dibangku sekolah hingga kuliah kita tentu selalu terasah dengan
banyak membaca dan menulis. Gemar membaca ternyata mempunyai banyak manfaat,
diantaranya ialah Dapat menstimulasi mental, Menambah kosakata, Melatih
kemampuan berpikir dalam menganalisa, Meningkatkan fokus dan konsentrasi,
Memperluas pemikiran seseorang dan Melatih untuk dapat menulis dengan baik
(dispusipda.jabarprov.go.id). Meskipun banyak sekali manfaat dari membaca,
nyatanya masih banyak orang yang punya alasan untuk tidak membaca buku.
Alasan-alasan seperti; Buku kan mahal, Ribet harus mencari kesana kesini
ujung-ujungnya tidak ketemu, Membosankan dan bikin ngantuk, Tak punya space banyak untuk menyimpan. Salah satu
solusi yang baik ialah kita bisa datang ke perpustakaan terdekat dan supaya
kita tidak usah ribet bolak- balik mencari, website
perpustakaan sudah tersedia dan mereka akan memberitahukan tersedia atau
tidaknya buku yang kita inginkan tersebut. Kemalasan akan selalu mempengaruhi mindset kita untuk selalu berpikir
mencari banyak alasan bukan berpikir banyak untuk mencari solusi.
Perpustakaan
merupakan tempat orang mencari informasi, tempat bertukar pikiran dan tempat orang
meluangkan waktunya untuk menambah wawasan. Tentu saja, disamping karena
perpustakaan banyak sekali menyimpan koleksi buku, juga tidak perlu banyak
merogoh kantong untuk mengeluarkan rupiah demi membaca beberapa buku. Tempat
yang sunyi dan nyaman juga membuat perpustakaan menjadi tempat yang baik untuk
mengerjakan tugas maupun berdiskusi secara efektif. Membaca merupakan hak
setiap manusia karena tidak ada batasan umur tertentu untuk seseorang menggali
pengetahuan. Namun kenyataannya di kota-kota besar dengan teknologi, sarana dan
prasarana cukup baik pun, ternyata belum bisa meningkatkan antusiasme
masyarakatnya untuk berkunjung ke perpustakaan. Jika kita ambil contoh di kota
besar seperti Kota Bandung, pada tahun 2013 jumlah pengunjung yang datang ke
Badan Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Provinsi Jawa Barat rasio orang yang
datang ke perustakaan tersebut masih berada dikisaran satu berbanding puluhan
ribu. Menurut data UNESCO yang dilansir pada tahun 2010 bahwa indeks literasi
di Indonesia hanya 0,001% yang berarti bahwa dari 1000 orang hanya 1 yang
membaca buku (www.pikiran-rakyat.com). Melihat
minimnya minat masyarakat untuk datang ke perpustakaan memberikan pengamatan jelas
kepada kita bahwa banyak faktor yang mempengaruhi hal tersebut terlebih di
zaman yang serba instan seperti saat ini, orang lebih menyukai kemudahan dan
tidak mau dibuat ribet dan menghabiskan tenaga untuk mendapat informasi. Tahun
2014, Indonesia menduduki peringkat keenam terbesar dunia sebagai pengguna
internet dibawah Tiongkok, Amerika Serikat, India, Brazil dan Jepang
(kominfo.go.id). Generasi millennial memberikan gambaran bahwa perpustakaan
adalah tempat yang dikunjungi jika memang benar-benar dibutuhkan seperti ketika
ada tugas akhir atau skripsi yang membutuhkan banyak referensi berupa buku.
Jika hanya untuk sekedar mengerjakan tugas atau diskusi kelompok mereka
cenderung hanya memperhatikan mengenai kenyamanan tempat, keindahan desain yang
membuat mata betah, sarana memadai dan koneksi internet yang baik. Banyak
generasi millennials yang mengeluhkan perpustakaan umum karena Koleksi tak
lengkap, Suasana monoton, Koneksi internet labil dan Tidak bisa bebas.
Mirisnya
istilah perpustakaan adalah gudangnya pengetahuan sudah tergantikan dengan
smartphone dan segala kemudahannya mengakses informasi dunia memang sudah
menjadi realita yang kita jumpai saat ini. Minimnya minat generasi muda untuk
rutin membaca ke perpustakaan seharusnya tidak jadi hambatan bagi mereka untuk
membatasi diri dengan hanya membuka media sosial atau jadi malas berkarya
karena hanya menghabiskan waktu menatap layar gawainya. Perpustakaan memang
tidak selalu menyediakan buku yang kita butuhkan dan update dalam hal koleksi buku-bukunya, selain itu internet juga tak
banyak menyediaan e-book gratis dan
tidak ada bukti secara fisik untuk dipertanggung jawabkan ketika kita mencari
sumber untuk mengerjakan karya tulis. Kelebihan dan kekurangan itulah yang
seharusnya kita jadikan motivasi untuk selalu bersemangat dalam mencari
informasi dan berkarya. Berkaca dari masa lalu, banyak tokoh-tokoh penting
dunia yang memulai keberhasilannya karena sering membaca dan membaca sudah
menjadi makanan sehari-hari. Dalam kondisi terbatas sekalipun buah pikiran
mereka dapat dilahirkan menjadi tulisan yang menginspirasi banyak orang seperti
contohnya Moh. Hatta dalam keterasingannya di Boven Digul telah melahirkan buku
“Mendayung Antara Dua Karang”. Buku ini menjadi dasar untuk politik luar negeri
Indonesia yang bebas dan aktif (wahyuku.com). Sebaik-baik ilmu adalah yang
diamalkan dan bermanfaat untuk orang lain, bermanfaatnya ilmu dapat kita
lakukan salah satunya dengan cara menumpahkan isi kepala kedalam sebuah
tulisan.
Menulis
nyatanya masih menjadi suatu hal yang dianggap kurang menarik bagi generasi
millennial karena beberapa alasan seperti Malas untuk memulai, Berpikiran bahwa
buku sudah jarang digemari jadi takut tidak laku, Tidak percaya diri, juga
masih banyak yang beralasan tidak memiliki wawasan luas. Cara untuk mengatasi
segala permasalahan tersebut adalah dengan kita mempunyai niat yang kuat karena
tanpa niat semua tidak akan pernah dimulai. Wawasan dapat diperoleh dengan kita
banyak membaca baik itu dari buku, internet maupun pengalaman hidup kita atau
orang disekitar kita. Di era digital menulis tak harus selalu diterbitkan
menjadi buku, segala kemudahan sudah tersedia dengan bermodal gawai dan koneksi
internet. Lalu biasakan untuk membaca supaya kita bisa belajar merangkai kata
dan banyak belajar kosakata baru. Tidak harus berbakat melakukan sesuatu karena
jika kita punya minat maka tak mustahil untuk bisa melakukannya. Sebagai
generasi muda yang melek akan teknologi seharusnya kita lebih dapat
memanfaatkan situsi saat ini untuk menggunakan segala potensi yang kita miliki terutama
untuk meningkatkan budaya membaca dan menulis supaya bangsa kita dipandang
sebagai bangsa yang pandai dan berbudi pekerti luhur. Kenyataannya meskipun
bertahun-tahun kita sudah terlatih untuk membaca dan menulis selama mengenyam
bangku pendidikan namun hal tersebut masih dirasa kurang untuk memotivasi
generasi muda saat ini untuk menggiatkan literasi. Membaca dan menulis dimulai
dari budaya, dan budaya lahir dari kebiasaan yang akan muncul jika kita
paksakan sedini mungkin. Bisa karena terpaksa hingga akhirnya terbiasa, jika
untuk kebaikan dan mengangkat derajat bangsa kita tercinta, why not?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar