Pulang adalah
sebuah ungkapan kata yang bermakna satu ialah kembali namun memiliki penjabaran
yang beragam. Dikatakan demikian karena Pulang dapat berarti bahagia ketika
kita dikunjungi oleh orang yang kita sayangi. Mereka akhirnya pulang dari
perantauan dengan membawa segudang ilmu, pengalaman maupun uang hasil kerja
kerasnya.
Pulang juga
merupakan makna untuk mereka yang kembali menemukan cahaya penentram hidup
ketika dahulu pernah terjebak kemilau dunia yang menenggelamkan mereka dalam
kesesatan. Namun akhirnya mereka pulang dan kembali menuju kebahagiaan hakiki
dalam fitrah manusia menghambakan dan mencintai Tuhannya .
Rumah dapat
berarti tempat untuk pulang ketika pikiran sudah berkecamuk dan lelah yang
menggelantung sepulang mengais rezeki. Apalagi jika didalamnya kita disambut
oleh orang yang kita sayangi. Rasanya
semakin menambah kerinduan akan kenyamanan dan rasa hangat dalam rumah sebagai
tempat untuk pulang melepas penat.
Pulang bisa
berarti kesedihan ialah ketika kita ditinggalkan orang yang kita sayangi
berpulang menghadap Tuhan yang Maha Kuasa. Maut dan jodoh, keduanya merupakan
sesuatu yang sudah Allah tetapkan. Entah itu maut atau jodoh yang terlebih
dahulu datang menghampiri. Apapun itu kita harus siap dengan segala ketetapan
yang telah Allah jatuhkan dalam hidup kita. Meskipun kenyataannya proses mengikhlaskan
kehilangan itu lebih terasa menyakitkan dibandingkan menjemput kepulangan.
Seperti
dikisahkan seorang wanita bernama Ana. Ia telah hijrah dari masa lalunya yang
kelam setelah ia menjalani masa penyembuhannya di pesantren dari kecanduan
penggunaan obat-obatan terlarang yang nyaris membahayakan nyawanya.
Perjalanan
cukup sulit harus ia tempuh ketika mengetahui kenyataan bahwa Ayahnya
berselingkuh dengan wanita lain. Ana mengalihkan kesedihannya dengan jalan yang
salah hingga Ibunya harus menderita Stroke yang membuat beliau lumpuh. Ana
semakin terpuruk hingga ia harus menyayat tangannya sendiri. Ibunya terjatuh
dan sangat sedih hingga akhirnya beliau meninggal dunia. Ana berhasil selamat
dan untuk mengobati luka hati dan kecanduannya dengan Narkoba, ia mencari
ketenangan ke pesantren hingga sembuh.
Tiga
tahun kemudian Ana dilamar oleh seorang lelaki soleh. H-3 pernikahan Ana
mencoba Ikhlas dan hendak meminta maaf kepada Ayahnya. Namun kenyataan yang
harus ia tahu bahwa Ayahnya sudah meninggal 1 tahun lalu. Keluarga Ayahnya
memberi tahu bahwa yang membayar biaya ketika ia di Rumah Sakit ialah Ayahnya.
Ketika itu Ana merasakan kesedihan mendalam ketika tahu ternyata Ayahnya masih
peduli dan sedih ketika tahu kenyataan bahwa kini Ana sebatang kara.
Ketika
diperjalanan pulang, motor Ana ditabrak bus yang oleng. Akhirnya Ana melihat
cahaya. Cahaya yang membawa jiwanya pergi jauh dan sangat jauh. Dapat ia lihat
wajah Ibu dan Ayah yang sangat dirindukannya. Bahagia dan nyaman. Tuhan
mengabulkan keinginan Ana dapat bertemu dengan orang tua yang dirindukanya.
Ternyata maut lebih dahulu menjemput dari pada pernikahannya.
Dari Kisah
diatas dapat kita pahami bahwa keterpurukan tak menjadikan seseorang lantas
berakhir dengan mengenaskan dalam dosa dan penyesalan yang berlarut-larut.
Masalah dan cobaan dapat menjadi jembatan menuju cahaya yang sesungguhnya.
Kepulangan dalam bahagia ketika kita mulai mengikhlaskan apa yang sudah menjadi
Takdir-Nya.
Tulisan ini dimuat pula pada Buku terbit Jejak Publisher
Dalam antologi Esai "Pulang"
Penulis : Rizka DP.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar